duit benar tidak dapat dimakan, tetapi dengan duit seorang dapat membeli makanan. Ini bukan era dimana segalanya dapat didapat dari alam. Terlebih kala hidup di perkotaan yang tiada taman dapat ditanam benih - benih sumber makanan. tiap hari cuma nampak gedung besar menjulang dengan kegiatan kemudian lalang orang yang malang, mengaku kehidupannya tercukupi karna padat jadwal mencari duit sementara itu tidak terdapat waktu yang dapat dinikmati.
Karena duit pula manusia berlaku tidak manusiawi, ketakutan ketiadaan duit karena susah dicari. Pelit jadi salah satu watak seorang yang pula mendewakan uang. sebagian orang terlebih lagi suka menawar ke orang dagang kecil cuma karna terasa tidak sebanding duit yang dikeluarkan cuma buat membeli benda di tempat yang tidak sekelas supermarket.
Harga tidak sebanding dengan usahanya.
Orang - orang serupa seperti itu yang membikin pilu seseorang orang dagang kecil bernama Mbah Atmo Slamet. seseorang kakek tua berumur 90 tahun yang masih berjualan sapu ijuk dan juga sapu lidi keliling. Dengan langkah yang sekuat dikala muda, belum lagi sengatan matahari yang menerpanya, dia menjual satu sapu dengan harga Rp 6.000 (enam ribu rupiah).
Hanya suatu unit becak, dia bawa sapu - sapu itu keliling Dlingo, salah satu kecamatan di Bantul, Yogyakarta. Andai seluruh sapu itu laku, si kakek cuma hendak menerima 90.000 rupiah saja. Itu baru omset, belum dikurangi modal. sedangkan suatu sapu dengan harga 6 ribu itu cuma seribu rupiah keuntungannya.
Seandainya seluruh sapu yang dibawa Mbah Atmo laku hari itu juga, berarti profit 15 ribu rupiah hendak dikantonginya. Itu bila seluruhnya laku, dan juga sempatkah kamu bayangkan sapu merupakan benda yang tidak habis pakai. sampai - sampai bila Mbah Atmo menjual ludes segala sapunya dalam sehari, keesokan harinya dia wajib mengayuh becak di tempat lain dan juga bisa jadi jaraknya dapat meningkat jauh bila mau sapunya habis tiap hari.
Lihatlah wujud Mbah Atmo itu, masihkah tega kita suka menawar ke orang dagang kecil yang cuma buat 15 ribu sehari? bila masih ditawar, berapa banyak rupiah yang hendak jadi upah seseorang orang dagang kecil. Padahal, supermarket yang biayanya lebih mahal aja tidak sempat kamu tawar biayanya dengan sebab malu. Seharusnya, kamu lebih malu dengan Mbah Atmo yang penghasilannya tidak lebih besar daripada pembelinya.
Sosok Mbah Atmo terdapat disekitar kita.
Perhatikan disekitar kita, wujud serupa Mbah Atmo tidak cuma satu 2 orang saja. Melainkan banyak dari mereka yang bisa jadi berupaya menawarkan benda dagangannya kepada kita dengan harapan kita ingin membeli. bila kamu menciptakan orang dagang kecil serupa Mbah Atmo, jangan tawar benda dagangannya.
Lupakan mutu benda yang dijual, jangan harapkan soal pelayanan, ambillah dan juga bayar dengan tunai. bahwa butuh dan juga orang dagang itu berkenan tidak harus memohon kembalian. dan juga lihatlah raut muka mereka kala dagangannya diborong seseorang.
Bayangkan bila mereka merupakan penggalan dari anggota keluargamu. hingga doa - doa kebaikan hendak timbul secara otomatis dari hati Anda.
Sekali lagi, jangan suka menawar ke orang dagang kecil. Nilai harga benda dagangan mereka tidak sebanding dengan ayam goreng yang kita santap tiap hari. Mereka memerlukan berhari - hari terlebih lagi bertahun - tahun buat cuma sekadar menikmati daging sapi.
Karena duit pula manusia berlaku tidak manusiawi, ketakutan ketiadaan duit karena susah dicari. Pelit jadi salah satu watak seorang yang pula mendewakan uang. sebagian orang terlebih lagi suka menawar ke orang dagang kecil cuma karna terasa tidak sebanding duit yang dikeluarkan cuma buat membeli benda di tempat yang tidak sekelas supermarket.
Harga tidak sebanding dengan usahanya.
Orang - orang serupa seperti itu yang membikin pilu seseorang orang dagang kecil bernama Mbah Atmo Slamet. seseorang kakek tua berumur 90 tahun yang masih berjualan sapu ijuk dan juga sapu lidi keliling. Dengan langkah yang sekuat dikala muda, belum lagi sengatan matahari yang menerpanya, dia menjual satu sapu dengan harga Rp 6.000 (enam ribu rupiah).
Hanya suatu unit becak, dia bawa sapu - sapu itu keliling Dlingo, salah satu kecamatan di Bantul, Yogyakarta. Andai seluruh sapu itu laku, si kakek cuma hendak menerima 90.000 rupiah saja. Itu baru omset, belum dikurangi modal. sedangkan suatu sapu dengan harga 6 ribu itu cuma seribu rupiah keuntungannya.
Seandainya seluruh sapu yang dibawa Mbah Atmo laku hari itu juga, berarti profit 15 ribu rupiah hendak dikantonginya. Itu bila seluruhnya laku, dan juga sempatkah kamu bayangkan sapu merupakan benda yang tidak habis pakai. sampai - sampai bila Mbah Atmo menjual ludes segala sapunya dalam sehari, keesokan harinya dia wajib mengayuh becak di tempat lain dan juga bisa jadi jaraknya dapat meningkat jauh bila mau sapunya habis tiap hari.
Lihatlah wujud Mbah Atmo itu, masihkah tega kita suka menawar ke orang dagang kecil yang cuma buat 15 ribu sehari? bila masih ditawar, berapa banyak rupiah yang hendak jadi upah seseorang orang dagang kecil. Padahal, supermarket yang biayanya lebih mahal aja tidak sempat kamu tawar biayanya dengan sebab malu. Seharusnya, kamu lebih malu dengan Mbah Atmo yang penghasilannya tidak lebih besar daripada pembelinya.
Sosok Mbah Atmo terdapat disekitar kita.
Perhatikan disekitar kita, wujud serupa Mbah Atmo tidak cuma satu 2 orang saja. Melainkan banyak dari mereka yang bisa jadi berupaya menawarkan benda dagangannya kepada kita dengan harapan kita ingin membeli. bila kamu menciptakan orang dagang kecil serupa Mbah Atmo, jangan tawar benda dagangannya.
Lupakan mutu benda yang dijual, jangan harapkan soal pelayanan, ambillah dan juga bayar dengan tunai. bahwa butuh dan juga orang dagang itu berkenan tidak harus memohon kembalian. dan juga lihatlah raut muka mereka kala dagangannya diborong seseorang.
Bayangkan bila mereka merupakan penggalan dari anggota keluargamu. hingga doa - doa kebaikan hendak timbul secara otomatis dari hati Anda.
Sekali lagi, jangan suka menawar ke orang dagang kecil. Nilai harga benda dagangan mereka tidak sebanding dengan ayam goreng yang kita santap tiap hari. Mereka memerlukan berhari - hari terlebih lagi bertahun - tahun buat cuma sekadar menikmati daging sapi.
0 comments:
Post a Comment